Sunday 19 January 2014

Cabut STRA bikin "JERA"

Yak,,,kata'cabut STRA' sangat cocok sekali untuk apoteker yang suka sekali datang hanya saat ambil salary tiap bulan alias 'take up'. Datang bisa hanya sekali dalam sebulan atau bahkan tidak datang. Mereka hanya me'legal'kan SIPA (surat ijin praktek apoteker) di tempat mereka mendapatkan fasilitas 'take up' tersebut. Jika tidak datang,,,aah sekarang jaman sudah memudahkan mas bro mba bro, 'salary' bisa ditransfer atau banyak cara lah.
Nah,,,kalau apoteker model begituan enaknya diapain??
Sudah lama sekali kasus seperti ini. Gregetan sekali mendengarnya. Organisasi profesi, dinas terkait memang sudah seharusnya mengambil langkah tegas agar pelaku jera melakukan hal ini. Nyatanya,,,sudah bertahun-tahun tetap saja nyaman lenggang kangkung sang pelaku berjalan. Ketegasan dari organisasi profesi dan dinas terkait sangatlah berpengaruh besar. Katakanlah jika dalam 1-3 bulan apoteker tidak berada di tempat praktek selama jam kerja, itu sudah indikasi jelas ada apa??? kemudian ditelusuri. Non sen kalau organisasi profesi setempat tidak mengetahui data pelaku. Karena pasti data pelaku sudah ter saved dalam data base organisasi setempat dan gampang dilacak.
Ok setelah satu hingga tiga bulan jelas tidak berpraktek adakan panggilan 'emergency' bisa dikatakan begitu. Yak...'emergency' baik untuk pasien maupun untuk organisasi profesi tersebut karena organisasi tersebut sebagai 'muka' bagi sang pelaku.
Jika sudah jelas status setelah pemanggilan 'emergency' barulah diambil langkah. Jika memang panggilan 'emergency' tidak membuahkan hasil dan tidak membuat sadar sang pelau tentang keberadaanya, tiada kata lain untuk tindakan tegas bagi sang pelaku yaitu cabut STRA nya. Loh kenapa gak SIPA nya saja kan mreka tidak berpraktek???tanya kenapa???ini untuk membuat efek jera bagi pelaku. jika SIPA yang di cabut sang pelaku bisa saja membuat SIPA di lokasi lain atau bekerja di tempat lain yang mengatasnamakan profesi apoteker. Sangat mudah tentunya. Namun jika STRA yang dicabut??? mau bilang apa kemudian???karena STRA adalah ujung pangkal dari semua tindakan apoteker.
Tindakan tegas sangat diperlukan untuk melestarikan budaya 'no pharmachist no service'. Sangat disayangkan organisasi apoteker dan dinas terkait terkadang kurang begitu peduli dan tegas dengan masalah seperti ini. Ini baru satu masalah yang harus diperbaiki, belum masalah yang lain.
Kerjasama dengan pemilik sarana apotek tentang keberadaan apoteker juga sangat berpengaruh. Jika organisasi profesi mendapatkan laporan dari PSA bahwa anggotanya tidak berpraktek sebagimana mestinya sudah sewajarnya sebagai sang penengah dan penetap 'policy' ada tindakan yang harus diambil.
Namun, ternyata PSA sangat bahagia karena ketidak datangan apoteker dikarenakan bayarannya alias 'salary' sang apoteker menjadi lebih hemat. Aaaah,,,akal-akalan apalagi ini.
Kasus saya ketika Januari- Februari 2013 saya sudah berkurang aktifitasnya di apotek baik jam kerja dan pelayanannya. Saya mengundurkan diri, namun panjang ceritanya. Pengajuan itu tidak serta merta berjalan mulus. Pengajuan telah saya sampaikan kepada sang 'tangan kanan' pemilik dan sekretaris organisasi setempat. Sempat mencari pengganti dan hanya bertahan 2 bulan karena terlalu banyak 'campur tangan' keluarga pemilik. Yak,,,ketika proses transisi tanggung jawab dipegang oleh kedua belah pihak apoteker, baik lama dan baru, dan berlaku juga untuk kebijakan lainya termasuk 'salary' dalam hal ini. Karena SIPA apoteker lama masih terpampang jelas. Namun yang saya didapatkan tidak sesuai. Dan mulailah konflik. Sangat biasa terjadi seperti ini, apalagi kurang pengawasan. Akhirnya tak jadilah apoteker baru karena konflik dimunculkan oleh kluarga sang pemilik sarana tsb dan membuatnya tak nyaman (red: curhatnya). Beberapa kali saya meminta kepada organisasi setempat untuk ada apoteker supervisi namun selalu dijawab tidak ada. Pemilik sarana yang tidak mau apotek nya ditutup pun mulai meradang. Saya wajar, karena itu salah satu lahan bisnis nya. Perjanjian kontrak saya dengan pemilik berakhir September 2013 sampai selang waktu dari Mei hingga September apotek tanpa apoteker. Saya sudah mengajukan surat pengunduran diri baik ke pemilik sarana, dinas setempat, organisasi setempat dan dinas perijinan kota. Saya melakukan itu karena saya sudah tidak berpraktek lagi, jadi buat apa SIPA saya terpampang. Sempat saya meminta tolong kepada teman saya agar menggantikan hingga sampai apotek kembali mendapatkan apoteker lagi dengan 'salary' yang saya dapatkan yang hanya 50 % semua hak untuknya dan jam kerja hanya separuh jam kerja saya asal setiap hari stand by. Tapi ,,, lagi-lagi jawaban kurang memuaskan "TIDAK BISA< MAAF>!! Bahkan sempat minta dinaikkan itu terlalu kecil, padahal sudah saya pangkas ke jam kerja, dan jika setuju saya akan merundingkannya dengan sang pemilik sarana.
Lemas sudah,,,bagaimana pasien saya??bagaimana nasib apotek dan pemiliknya???mohon maaf saya melakukan hal tersebut karena sudah ada beberapa point yang sudah kurang sehati jika dilakukan dan saya harus tinggalkan meski bercampur emosi. Saat status 'quo' pun berlangsung, sang pemilik meminta kepada saya agar saya tidak mengurungkan niatnya untuk mengundurkan diri karena masih membutuhkan ya,,,walau cuma SIPA saja. Tapi seiring berjalan bulan demi bulan hati saya bergejolak dan maaf  saya tidak bisa melanjutkan hal tersebut. Alhamdulillah sekarang sudah ada penggantinya. Walau saya nilai terlalu tidak sopan dalam beberapa hal. Ya sudah saya anggap ini impas dan putus urusan dengan masalah ini. Semoga saling memaafkan dan bisa menjadi koreksi diri masing-masing.
Alasan saya untuk 'resign' memang keputusan berat dan penuh liku. Namun saya sudah menyampaikan pada beberapa pihak yang berkenaan dengan itu dan meminta di 'take over' sementara waktu agar tidak terjadi kekosongan. Usaha tak selamanya mulus banyak kendala menyertai. Saya anggap bumbu pengalaman saja :)
Saya jelas tidak sepakat dengan adanya apoteker 'take up'. Jika terjadi kasus seperti saya cobalah beberapa usaha selain mencari apoteker baru, hubungi juga organisasi setempat dan dinas agar mereka tahu kondisi tempat praktek apoteker tsb.
Lain halnya dengan kesengajaan apoteker dalam melakukan 'take up'  hal ini harus ditindak tegas karena dilakukan dengan kesengajaan dan tidak ada kata lain bagi apoteker 'itake up' selain cabut STRA agar JERA
Salam apoteker.

No comments:

Post a Comment

comment please ^_^